I. Pendahuluan: Gerbang Menuju Puncak Kejayaan Dewa 19
Dewa 19, sebuah nama yang tak terpisahkan dari sejarah musik populer Indonesia, telah mengukuhkan diri sebagai salah satu band rock terbesar sepanjang masa, bersanding dengan nama-nama legendaris seperti God Bless dan Slank. Sejak dibentuk pada tahun 1986 di Surabaya, band ini, yang dipimpin oleh Ahmad Dhani sebagai otak kreatif dan motor penggerak, telah melalui berbagai evolusi dan perubahan personel, namun selalu berhasil mempertahankan relevansinya dan mendominasi kancah musik nasional. Konsistensi dan adaptabilitas Dewa 19 telah menjadikan mereka ikon yang terus berpengaruh lintas generasi.
Di antara diskografi mereka yang kaya, album studio keempat mereka, "Pandawa Lima", yang dirilis pada tahun 1997, menempati posisi krusial. Album ini bukan hanya sebuah puncak komersial bagi Dewa 19 di era 90-an, tetapi juga menjadi jembatan penting dalam perjalanan musikal dan dinamika personel band, mengukuhkan identitas mereka sebelum era perubahan besar yang akan datang. "Pandawa Lima" menjadi penanda kematangan artistik dan komersial yang tak terbantahkan, sebuah karya yang hingga kini masih dikenang dan diapresiasi oleh para penggemar musik Indonesia.
II. Latar Belakang: Perjalanan Musikal Menuju "Pandawa Lima"
Perjalanan Dewa 19 dimulai pada tahun 1986 di Surabaya, saat empat siswa SMAN 2 membentuk band "Dewa", sebuah akronim dari nama-nama pendirinya: Dhani (keyboard, vokal), Erwin Prasetya (bass), Wawan Juniarso (drum), dan Andra Ramadhan (gitar). Band ini sempat berganti nama menjadi "Down Beat" dan meraih beberapa penghargaan di festival jazz dan kompetisi band sekolah.
Namun, mereka kembali ke akar rock dan mengadopsi nama "Dewa 19" ketika para anggotanya berusia 19 tahun, dengan Ari Lasso bergabung sebagai vokalis utama. Keputusan krusial lainnya adalah kepindahan mereka ke Jakarta pada tahun 1989 karena keterbatasan studio rekaman yang memadai di Surabaya, sebuah langkah yang membuka pintu bagi kesuksesan yang lebih besar.
Album debut mereka, "Dewa 19" (1992), langsung meraih sukses besar, melampaui ekspektasi dengan penjualan lebih dari 400.000 kopi. Album ini melahirkan lagu-lagu ikonik seperti "Kangen" dan "Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi", serta diganjar penghargaan BASF sebagai "Pendatang Baru Terbaik" dan "Album Terpopuler Tahun 1993".
Kesuksesan ini dilanjutkan dengan "Format Masa Depan" (1994) yang terjual lebih dari 300.000 kopi, dan "Terbaik Terbaik" (1995) dengan penjualan melampaui 500.000 kopi. Album "Terbaik Terbaik" secara khusus menandai pergeseran Dewa 19 menuju "wilayah sonik yang lebih keras" dan "lirisisme puitis", mengukuhkan posisi mereka sebagai grup rock terkemuka di Indonesia.
Era 90-an merupakan periode transisi yang dinamis bagi industri musik Indonesia, di mana genre rock dan alternatif mulai mendapatkan pijakan kuat di samping dominasi pop. Meskipun skena musik underground dengan pengaruh punk, hardcore, dan metal berkembang pesat di berbagai kota besar , Dewa 19 berhasil menonjol dengan gaya pop rock yang lebih luas dan mudah diterima pasar. Mereka berhasil menciptakan "suara khas" yang "berbeda dan unik".
"Pandawa Lima" menunjukkan kematangan Dewa 19 dalam memadukan elemen rock yang lebih kuat dari "Terbaik Terbaik" dengan melodi pop yang catchy, menghasilkan gaya "Pop Rock" yang menjadi ciri khas mereka. Ini bukanlah perubahan mendadak, melainkan sebuah evolusi yang organik dari album-album sebelumnya, menunjukkan kemampuan band untuk beradaptasi dan menyempurnakan suara mereka tanpa kehilangan identitas inti. Fleksibilitas artistik ini, yang banyak dipengaruhi oleh kepemimpinan Ahmad Dhani sebagai songwriter dan arranger, memungkinkan Dewa 19 untuk menarik basis penggemar yang lebih luas, dari pendengar rock hingga penikmat pop.
Pendekatan ini pada akhirnya berkontribusi pada kesuksesan komersial "Pandawa Lima" dan mengukuhkan dominasi mereka di pasar musik Indonesia yang semakin beragam. Album ini menjadi bukti bahwa mereka bisa mempertahankan esensi rock sambil merangkul daya tarik pop yang lebih luas, sebuah formula yang terbukti sangat berhasil di era tersebut.
III. Anatomi "Pandawa Lima": Personel, Produksi, dan Komposisi
Album "Pandawa Lima" menampilkan formasi klasik Dewa 19 yang sangat dicintai, yang terdiri dari para anggota pendiri dan penambahan kunci di era 90-an. Formasi ini meliputi Ahmad Dhani pada keyboard, synthesizer, organ, serta sebagai salah satu vokalis dan fotografer, yang merupakan otak kreatif dan motor penggerak utama band. Ari Lasso berperan sebagai vokalis utama dengan karakter suara yang khas dan emosional. Andra Ramadhan mengukuhkan posisinya sebagai gitaris utama yang bertanggung jawab atas riff ikonik dengan permainan gitar elektrik dan akustik E-Bow.
Erwin Prasetya mengisi posisi bassis, yang juga berkontribusi dalam penulisan lagu. Terakhir, Wong Aksan pada drum, synthesizer, suara, dan editor komputer, membawa sentuhan unik pada ritme band. Album ini juga diperkaya dengan kehadiran beberapa vokalis tamu seperti Lilo, Reza Artamevia, Konich, dan Oppie Andaresta pada beberapa lagu, yang menambah keragaman vokal dan warna musikal yang kaya.
"Pandawa Lima" diproduksi langsung oleh Dewa 19, sebuah langkah yang menunjukkan kontrol artistik penuh mereka terhadap karya ini. Proses rekaman dasar dilakukan di GINS, Jakarta. Namun, untuk tahap mixing dan overdubs, band ini memilih untuk bekerja di "Basement Studio" Essen, Jerman, serta "On Studio" Bandung. Proses mastering yang krusial dilakukan di 301-Studio Sydney, Australia, oleh teknisi mastering berpengalaman, Don Bartley dan David MacQuire.
Keputusan untuk melakukan sebagian besar proses produksi di studio-studio internasional ini mengindikasikan komitmen Dewa 19 terhadap kualitas audio yang tinggi dan standar global. Pilihan untuk merekam di berbagai lokasi, termasuk Jerman dan Australia, mencerminkan ambisi artistik dan standar kualitas yang tinggi yang mereka kejar. Ini bukan hanya tentang mendapatkan suara terbaik yang mungkin belum sepenuhnya tersedia di Indonesia pada waktu itu, tetapi juga tentang menempatkan karya mereka di panggung global.
Keputusan ini juga berfungsi sebagai strategi untuk membedakan diri dari band lokal lain, menunjukkan bahwa mereka berinvestasi besar dalam kualitas produk mereka. Kualitas produksi yang superior ini, yang merupakan hasil dari kolaborasi internasional, kemungkinan besar berkontribusi pada daya tarik dan penerimaan album yang luas, baik secara komersial maupun kritis.
Hal ini membantu Dewa 19 untuk bersaing tidak hanya di pasar domestik tetapi juga mendapatkan pengakuan di tingkat regional, memperkuat posisi mereka sebagai band terkemuka di Asia Tenggara. Kualitas produksi ini juga mengirimkan pesan kepada industri musik Indonesia bahwa standar global dapat dicapai.
IV. Jantung Album: Analisis Lagu-Lagu Unggulan dan Tema Lirik
"Pandawa Lima" tidak hanya sukses secara komersial, tetapi juga melahirkan sejumlah lagu yang menjadi klasik dan mengukuhkan posisi Dewa 19 di hati para penggemar. "Kirana" adalah salah satu hit terbesar dari album ini, sebuah balada yang memukau yang menunjukkan kemampuan Dewa 19 dalam menciptakan musik yang "sangat terasa dan menyentuh". Lagu ini, yang ditulis oleh Erwin Prasetya dan Ahmad Dhani, meraih penghargaan "Pencipta Lagu Terbaik-Terbaik" di AMI Awards 1997, sebuah bukti nyata kualitas lirik dan komposisinya. Video musik resminya juga sangat populer dan sering diputar.
Lagu lain yang tak kalah populer adalah "Aku Disini Untukmu", yang ditulis oleh Ahmad Dhani, Andra Ramadhan, dan Wong Aksan. Di balik liriknya yang universal tentang dukungan dan kehadiran, lagu ini memiliki kisah personal yang menarik. Ahmad Dhani pernah mengungkapkan bahwa lagu ini lahir dari responsnya terhadap pertanyaan seorang wanita tentang status hubungan mereka di tahun 1996, yang ia jawab dengan sederhana, "Aku Disini Untukmu". Ini menunjukkan bagaimana pengalaman pribadi para personel Dewa 19 seringkali diabadikan dalam karya mereka, memberikan sentuhan otentik yang mendalam dan relevan bagi pendengar.
"Kamulah Satu-Satunya" menawarkan nuansa pop-rock bernuansa balada yang segar dan tetap relevan hingga kini. Liriknya, yang juga ditulis oleh Erwin Prasetya dan Ahmad Dhani , menggambarkan pengakuan dan penyesalan akan kelalaian, serta pemugaran janji cinta yang abadi. Kehadiran suara "cek Dhan" yang tidak sengaja terekam di lagu ini menambah sentuhan personal dan otentik, menjadi semacam easter egg yang dicintai oleh para penggemar. Lagu ini juga menjadi salah satu top track Dewa 19 yang paling banyak didengar di berbagai platform musik.
Salah satu lagu paling mendalam dan berani di album ini adalah "Satu Sisi". Liriknya, yang ditulis oleh Ahmad Dhani , diinterpretasikan secara luas sebagai narasi tentang perjuangan seseorang untuk melepaskan diri dari "pengaruh obat-obatan terlarang" dan menuju kehidupan yang lebih baik. Sebuah analisis semiotik secara eksplisit menyatakan bahwa lagu ini merepresentasikan pengalaman pribadi Ari Lasso dalam rehabilitasi dari narkoba, menekankan pentingnya kemauan diri sendiri untuk pulih karena "tidak ada seorang pun yang dapat membantu selain dirinya sendiri".
Lirik-lirik dalam "Pandawa Lima" melampaui sekadar romansa klise. Mereka berfungsi sebagai cerminan otentik dari pengalaman pribadi para personel, terutama Ari Lasso, yang berani mengangkat tema-tema yang mungkin dianggap tabu seperti perjuangan melawan kecanduan. Ini menunjukkan kedalaman emosional dan keberanian artistik Dewa 19 untuk menggunakan platform mereka sebagai sarana ekspresi personal yang jujur, sebuah pendekatan yang tidak umum di musik pop-rock mainstream Indonesia pada era tersebut.
Perpaduan narasi romantis yang mudah diakses dengan storytelling yang mendalam dan konfesional (seperti "Satu Sisi") kemungkinan besar beresonansi sangat kuat dengan khalayak luas, menambahkan lapisan otentisitas dan bobot emosional pada album. Ini mengubah band dari sekadar pembuat hit menjadi seniman yang mampu mengekspresikan pengalaman manusia yang kompleks, menumbuhkan koneksi yang lebih kuat dengan pendengar mereka.
Fakta bahwa perjuangan Ari Lasso kemudian menyebabkan kepergiannya dari band menambah konteks yang tragis namun kuat pada "Satu Sisi", menjadikannya dokumen sejarah yang menyentuh tentang pertempuran pribadinya dalam narasi band.
V. Evolusi Suara: Pergeseran Musikal dan Dinamika Personel
Secara musikal, "Pandawa Lima" secara konsisten dikategorikan dalam genre Rock dan Pop Rock. Album ini menunjukkan kematangan signifikan dalam perpaduan
riff gitar yang intens dan lirik yang dalam, yang telah menjadi ciri khas Dewa 19. Dibandingkan dengan album sebelumnya, "Terbaik Terbaik", yang cenderung lebih "keras" dalam sound , "Pandawa Lima" berhasil menawarkan keseimbangan yang lebih halus antara kekuatan rock dan melodi pop yang lebih mudah diakses, tanpa mengorbankan kedalaman atau identitas musikal band.
Namun, di balik kesuksesan artistik dan komersial "Pandawa Lima", album ini juga menjadi penanda akhir dari sebuah era penting bagi Dewa 19. Wong Aksan, drummer yang bergabung pada tahun 1995 setelah kepergian Wawan Juniarso, membawa sentuhan gaya jazz yang unik pada permainan drumnya. Namun, "satu tahun setelah album 'Pandawa Lima' dirilis", tepatnya pada 4 Juni 1998, Wong Aksan secara resmi dipecat dari band karena "terlalu banyak gaya Jazz dalam permainan drumnya" yang dianggap tidak sesuai dengan arah musikal band. Kepergian ini menandai perubahan signifikan dalam dinamika musikal dan kreatif Dewa 19.
Selain Wong Aksan, band ini juga menghadapi masalah internal yang lebih serius terkait dengan vokalis dan bassis mereka, Ari Lasso dan Erwin Prasetya, yang "memiliki ketergantungan pada narkoba". Meskipun manajemen Dewa 19 memberikan upaya rehabilitasi, hanya Erwin yang berhasil pulih sepenuhnya. Ari Lasso, sayangnya, "dipaksa dipecat pada tahun 1999 karena kondisinya terlalu parah" akibat kebiasaan narkobanya. Sebagai bentuk penghormatan atas kontribusinya, Dewa 19 merilis album "The Best of Dewa 19" pada tahun 1999 untuk mengenang jasa Ari Lasso.
Kepergian Wong Aksan dan Ari Lasso menciptakan "kekosongan selama tiga tahun" bagi Dewa 19. Namun, band ini menunjukkan ketahanan luar biasa dengan bangkit kembali dan merilis "Bintang Lima" pada tahun 2000. Album ini memperkenalkan Once Mekel sebagai vokalis baru dan membawa "arah musikal baru" yang lebih segar. "Bintang Lima" kemudian menjadi salah satu album terlaris sepanjang masa di Indonesia, dengan penjualan hampir 2 juta kopi.
"Pandawa Lima" bukan hanya sebuah album sukses, melainkan juga penanda akhir dari sebuah era emas Dewa 19 dengan formasi Ari Lasso dan Wong Aksan. Kepergian Aksan karena perbedaan gaya musikal menunjukkan adanya ketegangan kreatif internal yang mungkin sudah ada di dalam band, sementara pemecatan Ari Lasso karena masalah personal menyoroti sisi gelap dari tekanan ketenaran dan gaya hidup
rockstar. Keberhasilan "Pandawa Lima" yang luar biasa pada saat itu membuat perpisahan dengan dua personel kunci ini terasa lebih dramatis dan berdampak. Album ini menjadi semacam "persembahan terakhir" dari formasi yang telah membawa Dewa 19 ke puncak. Hal ini juga menjelaskan mengapa "Bintang Lima" terasa seperti "arah musikal baru" – karena perubahan personel fundamental ini memaksa band untuk berevolusi secara signifikan, menjadikan "Pandawa Lima" sebagai titik tolak penting yang mendefinisikan apa yang datang setelahnya. Album ini menjadi sebuah kapsul waktu dari puncak artistik dan komersial dari formasi klasik Dewa 19.
VI. Pencapaian Komersial dan Pengakuan Kritis
"Pandawa Lima" meraih kesuksesan komersial yang luar biasa, mengukuhkan posisi Dewa 19 sebagai salah satu band terpopuler di Indonesia. Dirilis pada Januari 1997, album ini mencapai penjualan tertinggi Dewa 19 pada saat itu, dengan angka 800.000 kopi. Angka ini jauh melampaui penjualan album-album sebelumnya seperti "Dewa 19" (400.000+), "Format Masa Depan" (300.000+), dan "Terbaik Terbaik" (500.000+), menunjukkan peningkatan popularitas yang konsisten dari band.
Pengakuan kritis terhadap "Pandawa Lima" juga sangat mencolok. Pada perhelatan pertama Anugerah Musik Indonesia (AMI Awards) tahun 1997, Dewa 19 dan album ini meraih kemenangan besar. "Pandawa Lima" memenangkan kategori "Album Terbaik-Terbaik". Lagu "Kirana" membawa pulang penghargaan "Pencipta Lagu Terbaik-Terbaik" untuk Erwin Prasetya dan Ahmad Dhani.
Selain itu, Dewa 19 juga dinobatkan sebagai "Artis Duo/Grup/Kolaborasi Terbaik" berkat lagu "Kirana". Secara keseluruhan, Dewa 19, bersama Andre Hehanusa dan Slank, menjadi peraih piala terbanyak dengan total tiga penghargaan, menunjukkan dominasi mereka di industri musik pada masa itu.
Di platform seperti Discogs, "Pandawa Lima" mendapatkan rating rata-rata yang tinggi, yaitu 4.57 dari 5 bintang berdasarkan 7 rating. Ini mencerminkan apresiasi positif yang kuat dari para pendengar dan kritikus. Album ini juga secara luas dianggap sebagai "masterpiece" yang belum mampu dicapai oleh band-band lain seperti Maliq & D'Essentials, yang bahkan menyebut Dewa 19 "praktis menguasai tahun 1997".
Kesuksesan komersial dan kritis "Pandawa Lima" yang luar biasa pada tahun 1997, bertepatan dengan dimulainya krisis moneter di Indonesia, menunjukkan resiliensi artistik dan daya tarik yang kuat dari Dewa 19. Meskipun kondisi ekonomi mulai memburuk, album ini berhasil menembus pasar dan menjadi penjualan tertinggi mereka saat itu.
Hal ini mengindikasikan bahwa dampak penuh krisis terhadap daya beli dan model bisnis industri musik (misalnya, penurunan penjualan fisik) mungkin belum sepenuhnya terasa pada saat album ini mencapai puncaknya. Di tengah ketidakpastian ekonomi dan sosial, musik Dewa 19 melalui "Pandawa Lima" menjadi semacam "pelarian" atau "penghibur" bagi masyarakat.
Album ini tidak hanya sekadar produk hiburan, tetapi juga menjadi simbol kekuatan budaya yang mampu bertahan dan bahkan berkembang di masa-masa sulit, menegaskan posisi Dewa 19 sebagai kekuatan dominan yang tak tergoyahkan di industri musik Indonesia. Keberhasilan ini juga menunjukkan bahwa karya seni yang berkualitas tinggi dapat menembus hambatan ekonomi.
VII. Kesimpulan: Warisan Abadi "Pandawa Lima"
"Pandawa Lima" bukan sekadar album studio keempat Dewa 19; ia adalah sebuah monumen dalam sejarah musik populer Indonesia. Album ini menandai puncak komersial dan kritis bagi band di era 90-an, dengan penjualan mencapai 800.000 kopi dan dominasi di AMI Awards 1997, termasuk penghargaan "Album Terbaik-Terbaik".
Kesuksesannya yang luar biasa di tengah gejolak awal krisis moneter tahun 1997 menegaskan daya tarik dan resiliensi artistik Dewa 19, menunjukkan bagaimana musik mereka mampu menjadi penghibur dan simbol kekuatan budaya di masa sulit.
Lebih dari sekadar angka dan penghargaan, "Pandawa Lima" berfungsi sebagai jembatan penting dalam perjalanan musikal Dewa 19. Ia menangkap esensi terakhir dari formasi klasik band dengan Ari Lasso sebagai vokalis dan Wong Aksan sebagai drummer, sebelum perubahan personel yang signifikan terjadi. Lirik-liriknya yang berani dan personal, seperti yang terungkap dalam "Satu Sisi" yang merefleksikan perjuangan Ari Lasso, menunjukkan kedalaman emosional dan keberanian artistik yang jarang ditemukan di genre pop-rock mainstream pada masa itu.
Warisan "Pandawa Lima" terus bergema hingga kini. Album ini tidak hanya memengaruhi generasi musisi baru di Indonesia, tetapi juga mendorong batas-batas musik dengan perpaduan unik antara rock dan alternatif rock. "Pandawa Lima" adalah bukti nyata dari visi Ahmad Dhani dan kekompakan band dalam menciptakan karya yang melampaui zamannya, mengukuhkan Dewa 19 sebagai salah satu kekuatan paling berpengaruh dan legendaris dalam lanskap musik Indonesia.
Album ini tetap menjadi mahakarya abadi yang terus beresonansi dengan para penggemar, mempertahankan status Dewa 19 sebagai legenda yang tak lekang oleh waktu.
Sumber Artikel:
1_https://en.wikipedia.org/wiki/Dewa_19
2_https://www.discogs.com/master/916724-Dewa-19-Pandawa-Lima
3_https://music.apple.com/id/album/pandawa-lima-remastered-2023/1703956783
4_https://www.discogs.com/master/910882-Dewa-19-The-Best-Of-Dewa-19
5_https://www.last.fm/music/Dewa+19/+wiki
6_https://www.iramanusantara.org/release/6889
7_https://www.discogs.com/artist/3039030-Dewa
8_https://id.wikipedia.org/wiki/Terbaik_Terbaik
9_https://music.apple.com/id/album/pandawa-lima/535070818
10_https://music.youtube.com/channel/UC9mnKuwm9QVCOaFZpkqS_DQ
11_https://watch.plex.tv/person/wong-aksan-1
12_https://musicaddicts.my/peminat-mendakwa-dewa-19-sudah-tiada-selepas-pandawa-lima/
13_https://www.vice.com/en/article/every-dewa-19-album-ranked-from-worst-to-best/
14_https://www.viberate.com/artist/dewa-19/
15_https://www.shazam.com/artist/dewa-19/118204259
16_https://www.last.fm/music/Dewa+19?top_tracks_date_preset=LAST_365_DAYS
19_https://www.researchgate.net/publication/50255253_MAKNA_PERJALANAN_MANUSIA_DARI_KETERPURUKAN_MENUJU_KEHIDUPAN_YANG_LEBIH_BAIKAnalisis_Semiotik_Tentang_Lirik_Lagu_Satu_Sisi_Milik_Kelompok_Musik_DEWA_19_Dalam_Album_Pandawa_Lima
20_https://jawawa.id/newsitem/rock-band-dewa-19-celebrates-its-first-decade-of-success-1447893297
21_https://www.joox.com/my-en/artist/N3Mpe0s0yMQ7k_QbXOZxCw==
22_https://norient.com/stories/rock-in-indonesia
23_https://www.vice.com/en/article/uncovering-origins-punk-rock-indonesia-history/
24_https://www.brookings.edu/articles/indonesia-ten-years-after-the-crisis/
25_https://bandonthewall.org/2022/02/the-music-of-indonesia/
26_https://ternate.tribunnews.com/2021/08/17/chord-gitar-aku-disini-untukmu-dewa-19-tak-usah-kau-cari-makna-hadirnya-diriku-aku-disini-untukmu
27_https://id.quora.com/Menurutmu-apa-makna-lirik-lagu-Dewa-19-yang-berjudul-Lagu-Cinta
28_https://www.idntimes.com/hype/entertainment/chord-dan-lirik-lagu-aku-disini-untukmu-dewa19-00-pw91v-mm5543
29_https://www.antaranews.com/berita/4271067/lirik-lagu-kamulah-satu-satunya-dari-album-terakhir-dewa-19-bersama-ari-lasso
30_https://en.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dhani
31_https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Anugerah_Musik_Indonesia_1997
32_https://indonesiaexpat.id/lifestyle/arts-entertainment/maliq-dessentials-can-machines-fall-in-love-review-the-iconic-group-still-havent-secured-their-masterpiece-and-thats-not-a-bad-thing/
33_https://artsequator.com/scattered-thoughts-indonesian-music-romanticism/
34_https://www.researchgate.net/publication/368157576_Pop_Music_Rivalry_in_Indonesia_Past_Present_and_Future_Trends
Belum ada tanggapan untuk " Pandawa Lima: Mahakarya Abadi Dewa 19 di Tengah Pusaran Perubahan Era 90-an"
Posting Komentar